Pak Gita yang tampil sebagai pembicara pertama banyak sekali
membahas soal keadaan perekonomaian Indonesia maupun dunia. Beliau menyampaikan
bahwa tingkat konsumsi bangsa Indonesia, yang bisa berdampak baik pada
pertumbuhan ekonomi, selalu naik setiap tahunnya. Jika selalu konsisten untuk meningkat sebesar
enam persen per tahunnya selama sepuluh tahun, Indonesia bisa menjadi Negara
yang maju. Namun, ada kekhawatiran bahwa yang diuntungkan lebih banyak adalah
produsen asing, bukan merah putih sendiri.
Middle income trap adalah salah satu
masalah yang juga sedang dihadapi di Indonesia. Middle income trap adalah keadaan dimana Indonesia tidak bisa
menghasilkan/memproses sumber daya yang dimilikinya menjadi produk-produk yang
dapat bernilai tambah. Hal ini semakin membuat Indonesia tertinggal dari
negara-negara di sekitarnya. Pak Gita menyampaikan pesan untuk kami, mahasiswa
Institut Teknologi Bandung, untuk menjadi insan-insan akademis yang bisa
berteknologi dan berbudaya agar dapat memajukan Indonesia.
Beliau
juga menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa menjawab
tantangan jamannyadan juga bisa responsif dengan permintaan rakyatnya. Produk
pendidikan, seperti seorang mahasiswa, adalah senjata baik yang dapat digunakan
oleh bangsa Indonesia. Kesimpulan dari apa yang disampaikan oleh beliau adalah
jadilah seorang mahasiswa yang kreatif, terampil, berteknologi, memiliki
semagat kebangsaaan, dan selalu menjunjung tinggi nilai kearifan lokal.
Salah
satu perwakilan dari organisasi Wanadri yang menjadi pembicara selanjutnya
berhasil mengenalkan kekayaan alam yang dimiliki oleh Indoesia kepada para
pendengar. Wanadri sendiri adalah sebuah organisasi yang berisikan para
penjelajah rimba dan pendaki gunung di Indonesia. Banyak sekali prestasi
membanggakan yang pernah ditorehkan oleh para anggotanya dalam menjelajah
negeri ini.
Ibu Tri
Mumpuni, seorang pemberdaya listrik yang dianugerahi Aschen Awards 2012, maju
sebagai pembicara yang ketiga. Yang disampaikan oleh beliau juga tidak kalah
menarik dibandingkan pembicara sebelum-sebelumnya.
Yang
terakhir dan juga yang paling menginspirasi, menurut saya, adalah Saska. Beliau
adalah seorang alumni teknik elektro ITB 2002 yang juga merupakan CEO dari
Riset Indie. Riset Indie adalah suatu wadah, yang dibuat oleh beliau, yang
beranggotakan mereka-mereka yang ingin bersama-sama untuk meneliti atau
mengkaji sebuah kejadian atau fenomena ditinjau dari segi sosial, eknomi,
politik, maupun lingkungan yang bisa dijadikan sebuah usaha yang berkelanjutan.
Riset Indie yang belum lama didirikan ini baru pernah melakukan tiga kali
penelitian ; Polaroid, animatronic, dan yang masih dalam proses adalah angkot
day.
Yang banyak menyedot perhatian
para pendengar adalah cerita tentang pengalaman beliau sejak berkuliah hingga
menjadi beliau yang seperti sekarang ini. “ITB adalah kawah candradimuka yang
siap menempa setiap mahasiswa yang menuntut ilmu disana, ITB dapat diumpamakan
sebagai rahim yang kemudian dapat melahirkan menusia-manusia yang bisa
bermanfaat bagi orang lain dan tentunya diri mereka sendiri”, katanya. Dari apa
yang beliau sampaikan, saya menangkap sebuah pesan penting bahwa kita perlu
memulai sesuatu untuk memberikan pengaruh dan kontribusi bagi bangsa
Indonesia cukup dari hal yang kecil
terlebih dahulu. Yang penting, apa yang kita lakukan setidaknya memberikan
dampak untuk menuju ke perubahan yang kita inginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar